ISTILAH kurikulum tingkat satuan pelajaran (KTSP) tidak
dibarengi dengan sosialisasi istilah-istilah kunci yang jelas mengenai apakah
KTSP itu berarti suatu model kurikulum, model pengembangan kurikulum, atau
model pengelolaan pengembangan kurikulum.
Ketidak jelasan istilah yang dikeluarkan pemegang kebijakan
ini menyebabkan struktur bawahannya, para pengaman kebijakan, mengeluarkan
sejumlah pernyataan-pernyataan yang tidak pas dengan realita yang ada (disagreement
with facts). Muncullah perbandingan-perbandingan antara model kurikulum
berbasis kompetensi dan “model” KTSP.
Model kurikulum berbasis kompetensi harus dibedakan secara
tegas dengan “model” KTSP tanpa melihat sifat dasar dari keduanya. Bahkan
pernah muncul dalam awal-awal sosialisasi KTSP analisis kelemahan model KBK dan
keunggulan model KTSP. Selanjutnya, pada tataran pelaksana kebijakan anggapan
yang muncul adalah kurikulum baru sudah datang dan kurikulum saat itu harus
dibuang karena berbasis kompetensi. Mereka kemudian menunggu kurikulum “model”
KTSP tersebut (mismanagement), dan sambil menunggu, mereka kembali
kepada kebiasaan kerja yang nyaman bagi mereka (arbitrary). Karena yang
ditunggu tidak kunjung datang, mereka pun menjadi ragu tentang apa yang harus
dilakukan untuk melaksanakan kewajibannya sebagai orang-orang yang memiliki
posisi pelaksana. Inilah contoh kecil dampak buruk dari pengabaian para
pemegang kebijakan terhadap penggunaan istilah-istilah yang ada dalam kebijakan
yang mereka keluarkan.
Berkenaan dengan persoalan yang ditimbulkan oleh penggunaan
istilah di atas, satu pertanyaan muncul. Apa benar model kurikulum berbasis
kompetensi (KBK) dapat dibandingkan dengan KTSP? Jika melihat sifat
dasar/hakikat model KBK dan “model” KTSP, perbandingan seperti ini sama halnya
dengan membandingkan batang pohon dengan pohon lengkap yang terdiri dari akar,
batang, daun, bunga, dan buah; atau membandingkan kerangka manusia dengan
manusia hidup yang utuh. Jadi, antara model KBK dan “model” KTSP itu tidak bisa
dibandingkan karena memang tidak sebanding.
Model KBK adalah salah satu model kurikulum dari sekian
model yang ada (subjek akademik, rekonstruksi sosial, humanistik, dll.),
sementara KTSP bukan model kurikulum melainkan hal yang lebih luas lagi. Hal
ini senada dengan pernyataan pakar kurikulum Prof. Nana S. Sukmadinata dalam
sebuah seminar nasional (12 Mei 2007) di UPI bahwa KTSP bukanlah model
kurikulum seperti halnya KBK, melainkan 1) model pengembangan kurikulum, dan 2)
model pengelolaan/manajemen pengembangan kurikulum. KTSP adalah pengembangan
kurikulum berbasis sekolah (PKBS) yang di Australia dikenal dengan school
based curriculum development (SBCD). Pengembangan kurikulum di sini
mencakup kegiatan merencanakan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi
kurikulum. Dalam KTSP dapat digunakan model-model kurikulum, seperti, KBK,
subjek akademik, humanistik, rekonstruksi sosial, dan lain sebagainya. Namun,
dalam tataran praktis karena tuntutan pencapaian standar kompetensi, yakni,
siswa harus menguasai sejumlah kompetensi manakala mereka menamatkan pendidikan
dalam satuan pendidikan, penggunaan model kurikulum yang mendasarkan pada
pencapaian kompetensi (KBK) tidak dapat dielakkan.
ASPEK
|
KURIKULUM 2004
|
KURIKULUM 2006
|
1. Landasan Hukum
|
- Tap MPR/GBHN Tahun 1999-2004
- UU No. 20/1999 – Pemerintah-an
Daerah
- UU Sisdiknas No 2/1989
kemudian diganti dengan UU No. 20/2003
- PP No. 25 Tahun 2000 tentang
pembagian kewenangan
|
- UU No. 20/2003 – Sisdiknas
- PP No. 19/2005 – SPN
- Permendiknas No. 22/2006 –
Standar Isi
- Permendiknas No. 23/2006 –
Standar Kompetensi Lulusan
|
2. Implementasi /
Pelaksanaan
Kurikulum
|
- Bukan dengan Keputusan/
Peraturan Mendiknas RI
- Keputusan Dirjen Dikdasmen
No.399a/C.C2/Kep/DS/2004 Tahun 2004.
- Keputusan Direktur Dikme-num
No. 766a/C4/MN/2003 Tahun 2003, dan No. 1247a/ C4/MN/2003 Tahun 2003.
|
- Peraturan Mendiknas RI No.
24/2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 tentang SI dan No.
23 tentang SKL
|
3. Ideologi Pendidik-
an yang Dianut
|
- Liberalisme Pendidikan :
terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif
|
- Liberalisme Pendidikan :
terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif
|
4. Sifat (1)
|
- Cenderung Sentralisme
Pendidikan : Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci;
Daerah/Sekolah hanya melaksanakan
|
- Cenderung Desentralisme
Pendidikan : Kerangka Dasar Kurikulum disusun oleh Tim Pusat; Daerah dan
Sekolah dapat mengembangkan lebih lanjut.
|
5. Sifat (2)
|
- Kurikulum disusun rinci oleh
Tim Pusat (Ditjen Dikmenum/ Dikmenjur dan Puskur)
|
- Kurikulum merupakan kerangka
dasar oleh Tim BSNP
|
6. Pendekatan
|
- Berbasis Kompetensi
- Terdiri atas : SK, KD, MP dan
Indikator Pencapaian
|
- Berbasis Kompetensi
- Hanya terdiri atas : SK dan
KD. Komponen lain dikembangkan oleh guru
|
7. Struktur
|
- Berubahan relatif banyak
dibandingkan kurikulum sebelumnya (1994 suplemen 1999)
- Ada perubahan nama mata
pelajaran
- Ada penambahan mata pelajaran
(TIK) atau penggabungan mata pelajaran (KN dan PS di SD)
|
- Penambahan mata pelajaran
untuk Mulok dan Pengem-bangan diri untuk semua jenjang sekolah
- Ada pengurangan mata
pelajaran (Misal TIK di SD)
- Ada perubahan nama mata
pelajaran
- KN dan IPS di SD dipisah lagi
- Ada perubahan jumlah jam
pelajaran setiap mata pelajaran
|
8. Beban Belajar
|
- Jumlah Jam/minggu :
- SD/MI = 26-32/minggu
- SMP/MTs = 32/minggu
- SMA/SMK = 38-39/minggu
- Lama belajar per 1 JP:
- SD = 35 menit
- SMP = 40 menit
- SMA/MA = 45 menit
|
- Jumlah Jam/minggu :
- SD/MI 1-3 = 27/minggu
- SD/MI 4-6 = 32/minggu
- SMP/MTs = 32/minggu
- SMA/MA= 38-39/minggu
- Lama belajar per 1 JP:
- SD/MI = 35 menit
- SMP/MTs = 40 menit
- SMA/MA = 45 menit
|
9. Pengembangan
Kurikulum lebih
lanjut
|
- Hanya sekolah yang mampu dan
memenuhi syarat dapat mengembangkan KTSP.
- Guru membuat silabus atas
dasar Kurikulum Nasional dan RP/Skenario Pembelajaran
|
- Semua sekolah /satuan
pendidikan wajib membuat KTSP.
- Silabus merupakan bagian
tidak terpisahkan dari KTSP
- Guru harus membuat Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
|
10. Prinsip
Pengembangan
Kurikulum
|
- Keimanan, Budi Pekerti Luhur,
dan Nilai-nilai Budaya
- Penguatan Integritas Nasional
- Keseimbangan Etika, Logika,
Estetika, dan Kinestetika
- Kesamaan Memperoleh
Kesempatan
- Perkembangan
Pengetahuan dan Teknologi Informasi
- Pengembangan Kecakapan Hidup
- Belajar
Sepanjang Hayat
- Berpusat pada Anak
- Pendekatan Menyeluruh dan
Kemitraan
|
- Berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
- Beragam dan terpadu
- Tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
- Relevan dengan kebutuhan
kehidupan
- Menyeluruh dan
berkesinam-bungan
- Belajar
sepanjang hayat
- Seimbang antara kepentingan
nasional dan kepentingan daerah
|
11. Prinsip
Pelaksanaan
Kurikulum
|
Tidak terdapat prinsip pelaksanaan kurikulum
|
- Didasarkan pada potensi,
perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang
berguna bagi dirinya.
- Menegakkan lima pilar
belajar:
- belajar untuk beriman dan
bertakwa kepada Tuhan YME,
- belajar untuk memahami dan
menghayati,
- belajar untuk mampu
melaksanakan dan berbuat secara efektif,
- belajar untuk hidup bersama
dan berguna bagi orang lain,
- belajar untuk membangun dan
menemukan jati diri, melalui proses pembela-jaran yang efektif, aktif,
kreatif & menyenangkan.
3. Memungkinkan peserta didik
mendapat pelayanan perbaik-an, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan
potensi, tahap perkembangan, dan kondisinya dengan memperhatikan keterpaduan
pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan,
kesosialan, dan moral.
- Dilaksanakan dalam suasana
hubungan peserta didik dan pendidik yang saling meneri-ma dan
menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri
handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada
5. Menggunakan pendekatan
multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan
meman-faatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
6. Mendayagunakan kondisi alam,
sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan
muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
7. Diselenggarakan dalam
kese-imbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai
antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
|
12. Pedoman
Pelaksanaan
Kurikulum
|
- Bahasa Pengantar
- Intrakurikuler
- Ekstrakurikuler
- Remedial, pengayaan,
akselerasi
- Bimbingan & Konseling
- Nilai-nilai Pancasila
- Budi Pekerti
- Tenaga Kependidikan
- Sumber dan Sarana Belajar
- Tahap Pelaksanaan
- Pengembangan Silabus
- Pengelolaan Kurikulum
|
Tidak terdapat pedoman pelaksanaan kurikulum seperti pada
Kurikulum 2004.
|
KTSP juga merupakan model manajemen pengembangan kurikulum
yang arahannya memberdayakan berbagai unsur manajemen (manusia, uang, metode,
peralatan, bahan, dan lain-lain) untuk tercapainya tujuan-tujuan pengembangan
kurikulum. Jika konsisten dengan namanya, KTSP bersifat desentralistik. Namun
demikian, manakala kita melihat kerangka dasar dan struktur kurikulum, standar
kompetensi, dan pengendalian serta evaluasi kurikulum yang masih tampak
dominasi pemerintah pusat, maka pengelolaan KTSP tampaknya berada di antara
sentralistik dan desentralistik, yakni dekonsentratif.
Jadi, yang dimaksud dengan KTSP adalah suatu model
pengembangan kurikulum berbasis sekolah dan model manajemen pengembangan
kurikulum berbasis sekolah. KTSP sama sekali bukan model kurikulum, namun
demikian model pengembangan kurikulum ini dapat menggunakan model-model
kurikulum yang ada.[duniaguru]
Perbedaan KBK (2004) dengan KTSP (2006)
Banyak kalangan, termasuk aparat Depdiknas dan Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota membuat statement bahwa Kurikulum 2004 (atau
KBK) tidak terlalu jauh berbeda dengan Kurikulum 2006 yang disusun oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan baru ditetapkan pemberlakuannya oleh
Mendiknas melalui Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tanggal 2 Juni 2006.
Saya tidak tahu, apakah penyataan mereka itu dimaksudkan untuk “menghibur guru”
agar tidak resah menghadapi perubahan kurikulum ini. Mengingat Kurikulum 2004
ini masih dalam taraf ujicoba yang lebih luas sejak tahun pembelajaran
2004/2005 dan belum semua sekolah sudah menerapkan secara utuh Kurikulum 2004.
Namun apa daya, kini sudah dimunculkan kurikulum baru, Kurikulum 2006. Sehingga
muncullah statement yang “menghibur” tersebut.
Hal ini adalah ironis, karena menunjukkan pemahaman yang
sangat dangkal mereka terhadap Kurikulum 2006 tersebut. Saya menduga mereka
hanya “mengulang-ulang” pernyataan dari BSNP, aparat Pusat Kurikulum, Pejabat
Depdiknas yang bermaksud meredam agar Kurikulum 2006 tidak mendapat tentangan
dari ujung tombak pendidikan : guru dan sekolah, atau gejolak yang meresahkan
masyarakat dan dunia pendidikan. Jika saja mereka sudah melakukan pembandingan
secara mendalam kedua kurikulum tersebut, niscaya mereka akan mengatakan bahwa
Kurikulum 2004 dengan Kurikulum 2006 berbeda secara nyata, secara signifikan.
Memang harus diakui dalam beberapa hal ada kesamaan atau kemiripan antara
keduanya.
Berikut ini saya rangkum perbedaan dan persamaan antara
Kurikulum 2004 dan Kurikulum 2006 (periksa tabel)
Tabel : Perbandingan Kurikulum 2004 dan 2006
PERBEDAAN ESENSI SK DAN KD
Hal yang sering dikatakan oleh pejabat Depdiknas dan Dinas
Pendidikan, bahwa Kurikulum 2004 dan 2006 adalah pada aspek Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasarnya. Sepintas memang ya, padahal sesungguhnya tidak
semuanya benar.
Dalam Kurikulum SD/MI 2004 hanya terdapat satu SK
masing-masing jenjang kelas untuk hampir semua mata pelajaran. Namun dalam
Kurikulum 2006 terdapat dua SK untuk setiap jenjang kelas untuk seluruh mata
pelajaran plus rinciannya pada kelas dan pelajaran tertentu. Masing-masing SK
sudah diplot mana yang untuk semester 1 dan 2. Sementara itu, batasan semacam
ini tidak ada pada Kurikulum 2004.
KD-KD yang ada dalam Kurikulum 2004 ada yang masih digunakan
dengan rumusan yang sama atau mirip dengan rumusan KD dalam Kurikulum 2006. Ada
beberapa KD Kurikulum 2004 yang dibuang. Ada beberapa KD yang baru dalam
Kurikulum 2006. Sehingga kalau ruang lingkup materi (scope) ini
dijadikan ukuran, maka memang tidak terlalu banyak perbedaan Kurikulum 2004
dengan Kurikulum 2006. Namun KD-KD yang ada dalam Kurikulum 2004 tersebut
direkonstruksikan kembali, ditata kembali sedemikian rupa sehingga menjadi
sangat berbeda dalam urutannya (sequence).
Walaupun ruang lingkup materi yang sama antara kedua
kurikulum tersebut, namun karena urutan penyajian per kelasnya menjadi berbeda,
maka kedua kurikulum tersebut berbeda. Sebagai contoh, ada KD pada kelas III SD
untuk mata pelajaran IPS yang dipindahkan ke kelas II. Beberapa KD dalam mata
pelajaran IPS di SD dipindahkan dari kelas VII ke kelas VIII, atau sebaliknya.
KD untuk PKN di SMP dipindahkan ke kelas VIII dan IX dari kelas VII. Sebaliknya
ada KD di kelas VIII yang diturunkan ke kelas VII.
Pemindahan KD sebagai penataan kembali KD dari Kurikulum
2004 ini terjadi pada semua mata pelajaran dan semua jenjang sekolah pada
Kurikulum 2006. Hal ini akan sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran di
kelas, terlebih jika sekolah berkehendak akan melaksanakan Kurikulum 2006
secara penuh pada tahun pembelajaran 2006/2007 ini.
Perubahan lain adalah bahwa pembelajaran di kelas I, II dan
III SD/MI perlu dilaksanakan secara tematik, sementara untuk kelas IV, V dan VI
dengan pembelajaran bidang studi. Khusus untuk IPA dan IPS di SD digunakan
pendekatan pembelajaran terpadu.
Sedangkan IPA dan IPS di SMP yang semula SK dan KD-nya
disusun dengan menggunakan pendekatan sub-bidang studi, pada Kurikulum 2006
tidak lagi menggunakan pendekatan tersebut. Hal ini berdampak pada manajemen
kurikulum dan pembelajaran di kelas.
Sementara itu di SMA/SMK tidak ada perubahan seperti yang
ada di SD dan sebagian di SMP. Namun bukan berarti tidak ada perubahan atau
penataan KD di kurikulum SMA/SMK. Jumlah SK dalam Kurikulum 2004 yang semula 1
atau beberapa pada setiap mata pelajaran, pada Kurikulum 2006 dikembangkan
menjadi beberapa SK . SK-SK ini sebagian besar diambil isi SK dalam Kurikulum
2004.
Namun kalau dicermati, ternyata SK-SK dalam Kurikulum SMA
2006 ini identik, sangat mirip dengan KD-KD dalam Kurikulum SMA 2004. Demikian
pula KD-KD pada Kurikulum 2006 ini sangat identik dengan indikator pencapaian
pada Kurikulum 2004. Dengan kata lain, terdapat “peningkatan status KD dan
Indikator” pada Kurikulum 2004, sehingga menjadi SK dan KD pada Kurikulum SMA
2006.
Kalau terjadi banyak kali kasus seperti ini, rasanya tidak
elok jika kita masih saja mengatakan bahwa Kurikulum 2004 sama dengan Kurikulum
2006, atau perubahan yang ada tidak banyak. Kalau mau melihat seberapa banyak
perubahan kedua kurikulum tersebut, buatlah matriks pemetaan SK dan KD +
indikator dari kurikulum dengan Kurikulum 2006. Pasti kepala puyeng, dan mata
berkunang-kunang.
IMPLIKASI PADA MANAJEMEN KURIKULUM & PEMBELAJARAN
Akibat perubahan dan penataan kembali SK dan KD pada
Kurikulum 2006, maka akan berdampak pada manajemen kurikulum dan
pembelajarannya. Sebagai misal, bagaimana membuat jadwal pelajaran pada kelas I
s.d. III SD/MI sesuai dengan model pembelajaran tematik. Sedangkan selama ini
guru Pendidikan Agama dan Penjas Orkes adalah guru bidang studi? Bagaimana
mengisi rapor siswa? Bagaimana penilaiannya? Demikian pula dengan mata
pelajaran IPS dan IPA di SMP/MTs. Karena tidak lagi menggunakan pola sub-bidang
studi, maka pengaturan siapa yang mengajarkan KD tertentu sesuai dengan rumpun
ilmu pembentuknya harus disusun dengan baik.
Ambil contoh, di KD IPA SMP pada semester 1 kelas VII
terkait dengan Fisika dan Kimia. Sementara untuk Biologi terdapat pada semester
2. Nah, apakah guru Biologi ini akan dibiarkan menganggur selama satu semester
untuk menunggu gilirannya pada semester 2? Atau guru Fisika kemudian akan
menganggur setelah satu semester mengajar? Bagaimana dengan guru-guru di
sekolah swasta yang hanya dibayar sesuai jam riil mengajarnya? Dalam pelajaran
IPS, kasus ini juga akan terjadi.
Persoalan manajemen kurikulum dan pembelajaran yang sangat
berbeda antara Kurikulum 2004 dengan Kurikulum 2006. Kedua persoalan ini akan
sangat dirasakan oleh para guru pengajarnya karena mereka adalah perencana,
pelaksana dan penilai pembelajaran. Merekalah yang akan dibingungkan setiap
hari dalam melaksanakan tugasnya.
Jadi, sekali lagi, jika perbedaan antara kedua kurikulum
tersebut sangat sugnifikan. Dan para guru adalah “korban” pertama dari
perubahan kurikulum ini. Secara rinci perubahan kurikulum pada masing-masing
jenjang sekolah akan saya kupas dalam tulisan-tulisan berikutnya. Selamat
menikmati perubahan!
Simpulan
Kurikulum menjadi sebuah aspek utama yang tak termentahkan
dalam menunjang keberhasilan sebuah pendidikan. KBK merupakan model kurikulum
sedangkan KTSP merupakan pengembangan dan pengelolaan kulrikulum
yang dikembangkan di Indonesia.
Banyak kalangan termasuk kalangan pendidikan mengira bahwa
keduanya tidak jauh berbeda padahal antara keduanya tidak bias dibandingkan.
Jika KBK merupakan model kurikulum yang hanya mengatur mata palajaran sedangkan
KTSP merupakan satuan kompleks dalam menunjang suatu pendidikan.
Tinjauan Pustaka (saduran dari)
judul artikel :Beda KBK dan KTSP
diposkan oleh : PGSD Kebumen at 22.15
Makalah Pengembangan Kurikulum Seminar Nasional 12 Mei 2007,
Oleh Prof. Nana Syaodikh Sukmadinata.